Kamis, 29 Agustus 2013

Pengaruh Keteladan Guru Sekolah Minggu Terhadap Pendidikan Rohani Anak








BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan rohani bagi anak-anak merupakan satu hal sangat penting yang harus di ajarkan sejak dini. Karena itu peranan guru sekolah minggu sangat penting dalam menumbuh kembangkan pengetahuan-pengetahuan rohani anak. Dari waktu ke waktu pendidikan rohani ini mulai berkembang sejak dalam Perjanjian Lama (ulangan 4:4-9). Sebelum usia lima tahun anak telah dididik oleh orang tuanya untuk mengenal Allah Yahweh, sampai pada  abad ke 18 Tahun 1780 mulai  berkembang dengan nama sekolah minggu yang dipelopori oleh seorang wartawan  Inggris bernama Robert Raikes sampai saat ini. Mulai dari Robert Raikes, kini sekolah minggu sudah berkembang di mana-mana, pemimpin-pemimpin sekolah minggu pun mulai bertambah untuk menjawab kebutuhan jemaat.

Latar Belakang Penelitian
Seorang guru sekolah minggu harus menunjukkan teladan yang baik bagi anak-anak didik karena keteladanan dari seorang guru sangat mempengaruhi pendidikan dan pertumbuhan rohani anak. Tapi apakah seorang guru sekolah minggu sudah menunjukkan teladannya kepada anak-anak? Hal inilah yang melatarbelakangi sehingga saya melakukan penelitian mengenai “Pengaruh keteladanan guru sekolah minggu terhadap pendidikan rohani anak sekolah mingu Jemaat GKI Imanuel Pasir Putih Manokwari dan Implementasinya bagi Jemaat GKI Imanuel Pasir Putih Manokwari”.
“Sekalipun pentingnya pendidikan anak telah disadari sejak berabad-abad yang lampau”[1] dan sekolah minggu telah ada sejak lebih dari dua ratus tahun yang lalu, bahkan sebagian besar gereja-gereja juga telah memiliki kegiatan pendidikan anak, namun masih ada keluhan dari sementara orang mengenai keseriusan penanganan pendidikan anak[2]. Dari hasil observasi yang penulis lakukan ternyata guru sekolah minggu belum menunjukkan teladan terhadap anak-anak sekolah minggu.[3]

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang diteliti dari penelitian adalah : Pertama, Guru sekolah minggu belum menyadari tugas panggilannya sebagai pelayan sehingga melanggar janji imannya kepada Tuhan waktu pelantikan berjumlah banyak tapi yang melaksanakan tugasnya sebagai guru sekolah minggu hanya sedikit, sehingga sangat mempengaruhi pendidikan rohani anak sekolah minggu. Kedua, guru sekolah minggu bukan seorang yang berpendidikan Theologia atau yang sedang belajar ilmu Theologi, sehingga kurangnya pengetahuan tentang Alkitab.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitan adalah rumusan tentang hal yang akan dicapai oleh kegiatan penelitian (Dhofir, 2000:21)
Bertolak dari permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah, supaya : pertama, guru-guru sekolah minggu menyadari tugas panggilannya sebagai pelayan dan lebih aktif dalam melaksanakan tugasnya sebagai Guru sekolah minggu. Kedua, guru-guru sekolah minggu dapat menunjukkan teladan yang baik bagi anak-anak lewat pengajaran Alkitab dan tingkah laku setiap hari, dengan mempelajari Alkitab lebih giat lagi.

Manfaat Penelitian
Sebagaimana yang diharapkan oleh penulis, setelah penelitian ini akan diperoleh manfaat sebagai berikut : pertama, mendorong guru-guru sekolah minggu lebih menyadari tugasnya sebagai pelayan. Kedua, guru-guru sekolah minggu dapat mengetahui cara-cara menjadi teladan bagi anak-anak. Ketiga, guru-guru sekolah minggu menyadari bahwa setiap kesempatan pelayanan yang kita terima merupakan kesempatan atau anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita melalui pertolongan Roh Kudus.

Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, yang menjadi ruang lingkup penelitian adalah Guru dan anak-anak sekolah minggu Jemaat GKI Imanuel Pasir Putih Manokwari.

Metode Penelitan
Metode penelitian yang peneliti pakai adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif dipilih karena bermaksud untuk menguji hipotesis penelitian (“Guru sekolah minggu belum menunjukkan teladan terhadap anak-anak sekolah minggu”), sebagaimana dalam latar belakang penelitian.



Definisi Istilah
pertama kata “Keteladanan”
Definisi pertama yang harus dijelaskan adalah kata “Keteladanan”. Akar kata keteladanan adalah teladan. Sebelum menjelaskan keteladanan, ada baiknya kita melihat terlebih dahulu kata “Teladan”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Teladan” adalah sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh. Sedangkan “Keteladanan” itu sendiri adalah hal yang dapat ditiru atau dicontoh atau hal yang tidak perlu kita ragukan lagi.[4]

Kedua kata “Guru”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Guru” adalah orang yang pekerjaannya (mata penchariannya, profesinya) mengajar.[5] B.S. Sidjabat dalam bukunya Menjadi Guru Profesional menjelaskan bahwa “guru” merupakan jembatan dan sekaligus agen yang memungkinkan peserta didik berdialog dengan dunianya.[6] Sedangkan nenurut E.D. Homrighausen dan I.H. Enklaar “guru” adalah gembala bagi murid-muridnya[7], seirama dengan pendapat diatas, UU Guru dan Dosen No.14 Tahun 2005 (Bab I, Pasal 1, ayat 1) yang dikutip oleh B.S. Sidjabat mengemukakan bahwa :
guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Pengertian lain dari guru adalah seorang pemimpin di dalam kelas.[8] John menyajikan pengertian “guru” yang tidak jauh berbeda dengan pendapat para ahli di atas bahwa “guru” merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu pendidikan.”[9] Sedangkan guru yang penulis maksud adalah seorang guru yang dapat menunjukkan keteladanan rohani kepada anak-anak melalui pendidikan agama kristen di sekolah minggu. Disini jelas bahwa seorang guru yang mampu menunjukkan teladan adalah seorang guru yang sudah memahami dan mempelajari Alkitab dengan benar, seorang guru yang benar-benar sudah lahir baru.
Dari berbagai macam pendapat tentang defenisi guru di atas, dapat diketahui bahwa guru adalah seorang yang profesional dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik dalam pendidikan, serta dapat menunjukkan keteladanan kepada peserta didik.

Keempat kata “Pendidikan Rohani”
Kata Pendidikan acap kali di artikan di ruang lingkup sekolah. “Istilah pendidikan (education) dalam bahasa latin disebut educare dan educere.”[10] Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, “Pendidikan diartikan sebagai suatu proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.”[11] Sedangkan  rohani, dalam arti tertentu, merujuk kepada hal-hal yang berkaitan dengan roh. Sedangkan dalam arti yang lebih luas, berarti spirit intrinsik yang dimiliki oleh segala materi di dunia. Meskipun begitu rohani selalu dikaitkan dengan perasaan internal manusia yang melibatkan emosi diri dan Penalaran strategis.[12]

Sistematika Penulisan
Skripsi ini berjudul“Pengaruh keteladanan guru sekolah minggu terhadap pendidikan rohani anak sekolah mingu Jemaat GKI Imanuel Pasir Putih Manokwari dan Implementasinya bagi Jemaat GKI Imanuel Pasir Putih Manokwari”, maka saya akan jelaskan sistematika penulisan secara singkat sebagai berikut :
Bab I, Pendahuluan. Yang membahas tentang Latar Belakang Masalah, Permasalahan Penelitian, Tujuan Penelitan, Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian, Metode Penelitan, Defenisi Istilah dan Sistematika Penulisan
Bab II,
Bab III,
Bab IV,
Bab V,



[1]Perhatian secara khusus kepada pendidikan anak, yakni bagaimana anak belajar, dilakukan antara lain oleh Comenius, John Locke dan Rousseau pada abad ke-16-17. Lihat misalnya Curtis dan boultwood, A Short History of Educational Ideas, Edisi keempat (London:University Tutorial.1975). dikutip oleh Tabita Kartika Chirstian dalam buku Ajarlah Mereka Melakukan. Hal.127

[2]Christiani Tabita Kartika dalam buku Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2010)127.

[3] Hipotesa dari penulis.
[4]Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003),1160

[5]Ibid

[6]Sidjabat, B.S, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2000), 29.

[7]E.G. Homrighausen, I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2011), 164.

[8]Thoifuri, Menjadi Guru Inisiator, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2007)27.

[9]Nainggolan, John, M, Menjadi Guru Agama Kristen, (Bandung: Generasi Info Media, 2007), 26.

[10]Sidjabat, B.S, Mengajar Secara Profesional, Edisi Revisi (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993), 101.

[11]Tim Prima Pena, Kampus Lengkap Bahasa Indonesia, (t.k : Gitamedia Press, t.t),203

Tidak ada komentar:

Posting Komentar